Pages

Thursday, October 29, 2009

Pusaka Ki Kebo Iwa



Menyambut Tahun Baru 2009 kami mewartakan suatu kejadian yang terjadi setahun yang lalu tepatnya Tanggal; 24 Nopember 2007 yang bagi kami rasanya perlu untuk diwartakan kepada Umat Se-Dharma.

Kejadian ini sangat langka dan benar adanya, dengan kejadian ini menjadikan kita lebih percaya dan lebih menghormati para leluhur atau pendahulu kita yang hebat dan satya dalam wacana,atau alam gaib atau juga ke Maha Kuasaan Ida Hyang Widhi Wasa.

Suatu waktu Ida Dewa mendapat wangsit untuk mengambil keris pajenengan Ki Patih Kebo Iwa di Pantai Selatan yang disimpan oleh Ratu Kidul karena keris tersebut dibuang oleh Ki Patih Gajah Mada dengan maksud dapat mengalahkan Ki Patih Kebo Iwa.
Sumpah Palapa Ki Patih Gajah Mada adalah " Ingin Menyatukan Nusantara " Ki Patih Gajah Mada diturunkan kedunia memang mendapat titah mempersatukan Nusantara, beliau adalah titisan Dewa Wisnu yang terlahir dari rahim seorang ibu yang bernama Patni Nari Ratih putri seorang Pendeta yang bernama Mpu Wiradharma. Putri Mpu Wiradharma ini dipersunting oleh muridnya yang bernama Mpu Suradharma.Setelah menikah Mpu Suradharma bersama istrinya melakukan perjalanan,sampai di tengah hutan istrinya kehausan,disuruhlah suaminya Mpu Suradharma mencari air. Sebelum mencari air di istirahatkanlah istrinya dalam suatu gua. Saat sang suami mencari air,tiba tiba turun Dewa Wisnu ke bumi mengambil wujud mirip seperti Suami Patni Nari Ratih (mpu Suradharma) serta membawa air. Patni Nari Ratih sedikitpun tak menyangka itu Dewa Wisnu yang mengambil wujud seperti suaminya.Dewa Wisnu meminta untuk melakukan hubungan badan layaknya suami istri.Setelah selesai tertidurlah Patni Nari Ratih.Terbangun dari tidurnya tak berapa lama datanglah suaminya (mpu Suradharma).Patni Nari Ratih penuh keheranan,dalam pikirannya yang tadi itu siapa ?bahkan dia menuduh suminya ini adalah siluman,terjadilah pertengkaran,tiba tiba petir menggelegar di ikuti sabda bahwa Dewa Wisnu menitipkan benih di rahim istrinya dan sebelum bayi itu lahir jangan berhubungan badan dengan istrinya.Itulah sedikit cerita tentang Gajah Mada.

Keris Pemasung Sabdo Palon






Suatu tempat yang jauh dari kota dan daerahnya pegunungan nan subur tersebutlah suatu Desa dengan nama Desa Belatungan, di Kecamatan Selemadeg Barat, Kabupaten Tabanan. Disana berdiri sebuah Kedhatuan yang bernama Kedhatuan Kawista. Di tempat ini melinggih seorang penekun spiritual, pemerhati Bali, penulis buku, dll. Leluhur beliau dulunya adalah seorang Raja. Dulu pada jaman penjajahan Belanda leluhur beliau paling dicari oleh belanda untuk dihabisi dan bersembunyilah beliau dihutan belatungan yang sekarang disebut Desa Belatungan. Penekun Spiritual untuk trah Dalem disebut Kedhatuan atau juga bisa disebut Griya.

Kedhatuan Kawista sering dikunjungi oleh tokoh tokoh Spiritual Dunia, ada dari Tibet, India, Kejawen dan belaiau yang berkunjung mengusulkan agar di bangun Yupa karena tempat tersebut sangat cocok untuk di pancangkan Yupa /Lingga.

Mungkin sudah kehendak Ida Sang Hyang Widhi Wasa, ada saja petunjuk dan jalan kearah sana. Pertengahan Januari 2009 Kedhatuan Kawista kedatangan seorang kejawen dari Madura yang bernama Kanjeng Madi yang memiliki Ilmu Daya Putih, menyampaikan ditemukan Yupa /Lingga didaerahnya di Madura. kurang lebih sembilan hari sebelum Hari Siwaratri diangkutlah Yupa itu dari Madura ke Bali dengan mobil tronton. Pemancangan Yupa Tiyang Batu tersebut dilakukan pada hari Selasa pagi Tanggal 20 Januari 2009 dengan Teerpor /Treck dan selesai pada malam hari sekitar jam 22.00. Di plaspas Tgl. 24 Januari 2009 (malam Siwaratri) oleh tiga orang Sulinggih, ada juga Homa /Agni Hotra yang dipimpim oleh para Brahmana. kegiatan tsb sampai pagi hari dilengkapi Dharma Wacana dan Dharma Tula Oleh Ketua PHDI Bali Bapak IGN Sudiana. Ada pertanyaan, Apakah memang benar dalam malam Siwaratri dosa dosa kita bisa dilebur? Nara sumber menjawab, menurut kitab weda Ya bisa dilebur, tapi ada syaratnya, yaitu dalam malam Siwaratri kita harus menjalankan Jagra, Tapa Yoga Smadi dengan benar, contohnya dengan Puja Puji Nama Tuhan (Om nama Siwa ye, japa mantra, dll).

Tanda tanda perubahan jaman sudah banyak mulai tampak dengan dicabutnya keris pemasung Sabda Palon Nayang genggong, dan terangkatnya keris Ki Kebu Iwa. bahwa Hindu akan Bangkit itu akan bisa terlaksana harus dengan perjuangan kita, selain alam yang mengingatkannya.

Tiyang dekat dg sumber berita bahwa sudah banyak orang beralih ke Hindu seperti di daerah Sulawesi ,di daerah Gunung lawu (jawa), di daerah Gunung Tambora dan di Bali sendiri ada umat lain yang sudah melakukan pendekatan. Jumlahnya cukup banyak (ribuan). Di lain pihak ada Umat kita pindah ke agama lain, mari kita berjuang untuk mempertahankan dan mengembangkan Umat, pratisentana yang kritis di millis inilah yang sudah dititahkan untuk tugas nan mulia ini.

Saya attachkan Pusaka yang di pakai memasung Roh Sabda palon Nayang Genggong yang telah dicabut oleh Ida di Alas Purwa dua bulan sebelum Lapindo meledak, dan keris Ki Kebo Iwa dan keris yang lainnya. Sabdo Palon dipasung oleh Wali Songo karena beliau tetap kukuh mempertahankan Hindu. Sedangkan Rajanya Prabu Brawijaya sudah masuk Islam. Beliau mengutuk 500 tahun runtuhnya Majapahit, Hindu akan bangkit dengan di tandai bencana disana sini. Dicabut keris pemasung sabdo Palon karena pemasungannya telah berakhir (selama 500 th).

Foto yang tiyang kirim ini saat penyucian Pusaka Pada Tumpek Landep.

Pancer Jagat Garbhodakasayi






Atharvaveda XII.1.38.

Yasyam sadoha virdhane, yupo yasyaam nimiyate brahmano, yasyamarcantyurgbhih, samna yayurwidah, yujyante yasyamrtwjah somam indrayo patawe.

Artinya :
Dimana didirikannya tempat suci, yang dipancangkanya yupa tiang batu atau lingga, dan dipuja oleh para Brahmana yang menguasai Yayur Weda, dipujanya Tuhan Yang Maha Esa, dengan mantram regweda dan merapalkan Samaweda, disanalah seorang yogi melakukan samadi, melakukannya pada semua musim, tempat ini akan mendatangkan kemakmuran dan keselamatan jiwanya.

Tulisan yang dipahatkan atau ditatah pada Pancer Jagat Garbhodakasayi berbunyi sebagai berikut : "Ini Lingga Garbhodakayasi, sebagai pancernya dunia".

Pada tahun raja caka 1930, yang disebutkan dalam candra sengkala sunia murti nawa natha, pada hari Sabtu Pahing dan Redite Pon Wara Kulantir hari yang baik Siwaratri, tanggal 14, paro petang, didirikanlah lingga Garbhodakasayi Pancer Jagat yang mengucurkan Pancake Tirta Kamandalu, memberikan kemakmuran dunia, yang ditampung dalam wadah yang tak nampak, ditempatkan di Kedhatuwan Kawista, bersemayamnya Naga Bumi.

Sang Hyang Pancer Jagat dilihat oleh Parameswarinya Hyang Tampurhyang, dengan mata mengerling dan alis melengkung bagaikan daun intaran berpura pura marah, sambil bercermin memandang bayang bayangnya menikam yang menghias kepala Naga Raja, dengan indahnya memamerkan lehernya, yang memancarkan cahaya gemerlapan, Hyang Pancer Jagat yang matanya merah seperti angkup bunga Tunjung Nila, karena sangatnya bersemasi, beliau sambil berbaring diatas laut seraya dihormati oleh para Dewa untuk pertolongannya, moga mogalah Hyang Pancer Jagat itu memberikan kebahagiaan kepada kamu sekalian.

Adalah Pulau mulya dan Suci bernama Bali yang tak ada bandingnya, semata mata kepunyaan para Dewa-Dewa, pulau yang penuh dengan tempat pemujaan suci, terutama pemujaan Lingga, tempat yang sangat mulia dan mengherankan, yang didirikannyadi daerah suci nan bening, Kedhatuan namanya, untuk keselamatan dan kemakmuran dunia. Di Pulau Bali ini, yang sangat masyur menjadi mustika diantara tempat manusia lainnya, sekalian orang-orangnya penuh dengan kebaikan, anugrah dan kehalusan budi, semangatlah semua orang menapakkan kakinya di Pulau Sorga ini.

Foto di atas adalah :
Upacara pemelaspasan Lingga Yoni di Kedhatuan Kawista, Desa Belatungan Tabanan pada Hari Siwaratri yang dipuput oleh tiga orang sulinggih dan juga dilaksanakan Homa atau Agni Hotra oleh beberapa orang Brahmana. Tinggi Lingga 5,40 meter dan berat kurang lebih 4 ton dan Lingga ini di dapat di daerah Madura.

Keris Nogososro






Pusaka Nogososro ini ada sebanyak 21 buah, namun yang ditemukan / masih ada sebanyak 8 buah, dan pusaka ini adalah pegangan raja-raja jaman dahulu

Pura Pucak Bukit Mundi


Puncak Bukit Mundi adalah tempat tertinggi di daratan Nusa Penida. Perjalanan ke Puncak Mundi cukup nyaman, permukaan aspal jalan cukup bagus. Hampir keseluruhan perjalanan adalah mendaki dan cukup curam, karena itu diperlukan kondisi kendaraan yang prima. Perjalanan ditempuh dalam waktu sekitar 1 jam. Sesampai di tujuan, semua barang bawaan sebaiknya dibawa serta, karena barang yang ditinggalkan di kendaraan akan menjadi obyek jarahan kera, yang banyak terdapat di lokasi ini. Pada malam hari suhunya cukup dingin. Jika ada acara spiritual yang cukup lama memakan waktu, sebaiknya mengenakan baju penghangat tubuh. Di lokasi ini terdapat dua pura penting yaitu pura Puncak Mundi dan Pura Krangkeng

Pura Krangkeng Kertanadi
Dengan tuntunan dari Spiritual Leader di tempat ini kita dapat menanyakan ada tidaknya leluhur kita yang masih harus menjalani masa untuk tinggal , mencari tahu soroh atau dari klen mana sebenarnya keberadaan kita, Nuntun Leluhur, dan Ngaturang pengayubagia. Tentunya memerlukan persiapan tertentu dan prosesi khusus karena yang seperti ini bukanlah persembahyangan biasa.

Pura Pucak Bukit Mundi
Merupakan pura Penataran Agung dengan jaba sisi, jaba tengah dan jeroan (paling dalam) Ada perbedaan sedikit dari pura lainnya dimana pura ini jaba tengahnya lebih luas dari areal jeroannya sendiri. Ada banyak bale pekemitan baik di jaba sisi maupun di jaba tengah. Persembahyangan umum dilakukan di sini.

Biasanya yang lebih umum, urutan tangkil di Nusa Penida, persembahyangan di Puncak Mundi dilaksanakan sebelum ke Pura Dalem Peed.

Pura Dalem Peed


Dari pura Kerang Kuning, perjalanan berbalik arah, kembali ke pura Dalem Peed melewati lagi rute sebelumnya yaitu pura Gua Giri Putri. Pura Dalem Peed adalah kompleks pura terbesar di Nusa Penida. Sebelum memulai persembahyangan mungkin perlu untuk menyegarkan badan dan mental terlebih dahulu, mengurangi penat akibat dari perjalanan sebelumnya. Seperti biasa, bawaan yang tidak diperlukan hendaknya ditinggalkan di kendaraan, karena terdapat areal parkir yang cukup luas. Di areal sebelah selatan lokasi parkir kendaraan terdapat kamar mandi untuk pemedek yang biasanya mekemit sampai keesokan paginya. Sayang sekali kebersihan dan pemeliharaannya sangat memprihatinkan. Di seberang jalan terdapat warung warung yang menjual makanan, yang juga menyediakan kamar mandi yang disewakan. Setelah beristirahat sejenak acara persembahyangan dapat dilanjutkan.

Di kompleks ini terdapat empat buah pura, yaitu Pura Segara, Pura Taman Sari, pura Ratu Dalem Gede (Mecaling). dan Pura Penataran Agung. Mari kita mulai sesuai urutan di atas.

Pura Segara
Pura ini berlokasi paling dekat dengan laut. Areal pura tidak begitu luas. Dengan suasana pantai dan deburan ombak saat mata terpejam dalam keheningan suara ini membangkitkan vibrasi tersendiri. Acara persembahyangan berlangsung sebagaimana biasanya. Kapasitas pura kira-kira 40 umat.

Pura Taman Sari
Dari pura Segara, kita melanjutkan ke taman begitu kira kira yang bertujuan untuk penyucian. Pura ini berlokasi disebelah timur atau sebelah kanan dari Pura Penataran Agung. Seperti namanya Pura ini dikelilingi oleh kolam yang dibuat cukup dalam, dan areanya juga tidak begitu luas. Kolam di sekeliling pura penuh dengan tanaman teratai yang berbunga indah. Acara persembahyangan biasa. Kapasitas pura sekitar 30 orang.

Pura Dalem Ida Ratu Gede MecalingPura ini ada di sebelah kiri dari Pura Pentaran Agung, di sebelah utara Wantilan. Seperti juga kita lihat Pura Dalem Sakenan, pura dalem linggih Ida (tabik pukulun) Ratu Gede Mecaling ini tidak terdapat banyak pelinggih. Satu pelinggih utama dan disebelah kiri pelinggih penyangga. Kapasitas pura cukup besar. Acara persembahyangan sebagaimana biasanya.

Pura Penataran Agung Dalem Peed
Pura yang lumayan luas dan dengan penataan yang bagus. Terdapat banyak pelinggih berjajar pada sisi sebelah timur dan sebelah utara. Agak ke tengah berdiri sebuah gedong besar. Terdapat Padmasana di timur laut menghadap ke barat daya. Acara persembahayangan dilaksanakan di sekitar areal Padmasana di sebelah utara dari pelinggih gedong tadi.

Ya atmada balada yasya visva
upasate prasisam yasya devah
yasya chaya-amrtam yasya mrtyuh,
kasmani devaya havisa vidhema.
(Rgveda.X.121.2).


Maksudnya:

Tuhan Yang Maha Esa memberikan kekuatan spiritual (rohani) dan fisikal (jasmani). Semua sinar sucinya yang disebut Deva berfungsi atas kehendak Tuhan. Kasih-Nya adalah keabadian, krodanya adalah kematian. Kami semuanya mengaturkan sembah kepada-Nya.

PURA Dalem Penataran Peed di Nusa Penida itu adalah pura untuk memuja Tuhan Yang Mahakuasa sebagai pencipta Purusa dan Pradana. Purusa itu adalah kekuatan jiwa atau daya spiritualitas yang memberikan napas kehidupan pada alam dan segala isinya. Pradana adalah kekuatan fisik material atau daya jasmaniah yang mewujudkan secara nyata kekuatan Purusa tersebut.

Karena itu umat Hindu berbondong-bondong rajin bersembahyang ke Pura Dalem Penataran Peed untuk mendapatkan keseimbangan daya hidup, baik daya spiritual maupun daya fisikal. Karena hanya keseimbangan peran dan fungsi rohani dan jasmani itulah hidup yang harmonis di bumi ini dapat dicapai.

Pemujaan Tuhan sebagai pencipta unsur Purusa dan Pradana ini divisualkan dalam wujud pemujaan di Pura Dalem Penataran Peed. Visualisasi itu merupakan perpaduan konsepsi Hindu dengan kearipan lokal Bali. Di Pura Dalem Penataran Peed ini terdapat dua arca Purusa dan Predana dari uang kepeng yang disimpan di gedong penyimpenan sebagai pelinggih utama di Pura Dalem Penataran Peed. Arca Purusa Predana inilah yang memvisualisasikan kemahakuasaan Tuhan yang menciptakan waranugraha keseimbangan hidup spiritual (Purusa) dengan kehidupan fisik material (Predana).

Dalam Lontar Ratu Nusa diceritakan Batara Siwa menurunkan Dewi Uma dan berstana di Puncak Mundi Nusa Penida diiringi oleh para Bhuta Kala simbol kekuatan fisik material berupa ruang dan waktu. Bhuta itu membentuk ruang dan Kala adalah waktu. Waktu timbul karena ada dinamika ruang. Di Pura Puncak Mundi, Dewi Uma bergelar Dewi Rohini dan berputra Dalem Sahang. Pepatih Dalem Sahang bernama I Renggan dari Jambu Dwipa -- kompyang dari Dukuh Jumpungan.

Dukuh Jumpungan itu lahir dari pertemuan Batara Guru dengan Ni Mrenggi, dayang dari Dewi Uma. Kama dari Batara Guru berupa awan kabut yang disebut limun. Karena itu disebut Hyang Kalimunan. Kama Batara Guru ini di-urip oleh Hyang Tri Murti dan menjadi manusia. Setelah digembleng berbagai ilmu kerohanian dan kesidhian, dan oleh Hyang Tri Murti terus diberi nama Dukuh Jumpungan dan bertugas sebagai ahli pengobatan. Setelah turun-temurun Dukuh Jumpungan menurunkan I Gotra yang juga dikenal I Mecaling. Inilah yang selanjutnya disebut Ratu Gede Nusa.

Ratu Gede Nusa ini berpenampilan bagaikan Batara Kala. Menurut penafsiran Ida Pedanda Made Sidemen (alm) dari Geria Taman Sanur yang dimuat dalam buku hasil penelitian Sejarah Pura oleh Tim IHD Denpasar (sekarang Unhi) antara lain menyatakan sbb: saat Batara di Gunung Agung, Batukaru dan Batara di Rambut Siwi dari Jambu Dwipa ke Bali diiringi oleh seribu lima ratus (1.500) orang halus (wong samar).

Lima ratus wong samar itu dengan lima orang taksu menjadi pengiring Ratu Gede Nusa atas wara nugraha Batara di Gunung Agung. Batara di Gunung Agung memberi wara nugraha kepada Ratu Gede Nusa atas tapa brata-nya yang keras. Atas tapa brata itulah Batara di Gunung Agung memberi anugrah dan wewenang untuk mengambil upeti berupa korban manusia Bali yang tidak taat melakukan perbuatan baik dan benar sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.

Di Pura Dalem Penataran Peed ini Ida Batara Dalem Penataran Peed dipuja di Pelinggih Gedong, sedangkan Pelinggih Ratu Gede Nusa berada areal tersendiri di barat areal Pelinggih Dalem Penataran Peed. Pelinggih Dalem Penataran Peed ini berada di bagian timur, sedangkan Pelinggih Padmasana sebagai penyawangan Batara di Gunung Agung berada di bagian utara dalam areal Pura Dalem Penataran Peed. Di Pura Dalem Penataran Peed ini merupakan penyatuan antara pemujaan Batara Siwa di Gunung Agung dengan pemujaan Dewi Durgha atau Dewi Uma di Pura Puncak Mundi.

Dengan demikian Pura Dalem Penataran Peed itu sebagai Pemujaan Siwa Durgha dan Pemujaan Raja disebut Pura Dalem. Sedangkan disebut sebagai Pura Penataran Peed karena pura ini sebagai Penataran dari Pura Puncak Mundi pemujaan Batari Uma Durgha. Artinya, Pura Penataran Peed ini sebagai pengejawantahan yang aktif dari fungsi Pura Puncak Mundi pemujaan Batari Uma Durgha.

Di pura inilah bertemunya unsur Purusa dari Batara di Gunung Agung dengan Batari Uma Durgha di Puncak Mundi. Dari pertemuan dua unsur ciptaan Tuhan inilah yang akan melahirkan sarana kehidupan yang tiada habis-habisnya yang disebut Rambut Sedhana. Baik sarana hidup untuk memajukan kesejahteraan maupun sarana untuk mempertahankan kesehatan dan menghilangkan berbagai penyakit.

Upacara pujawali di Pura Dalem Penataran Peed ini dilangsungkan pada setiap Budha Cemeng Klawu. Hari Budha Cemeng Klawu ini adalah hari untuk mengingatkan umat Hindu pada hari keuangan yang disebut Pujawali Batari Rambut Sedhana. Pada hari ini umat Hindu diingatkan agar uang itu digunakan dengan baik dan setepat mungkin. Uang itu sebagai alat untuk mendapatkan berbagai sarana hidup agar digunakan dengan seimbang untuk menciptakan sarana kehidupan yang tiada habis-habisnya. Uang itu sebagai sarana menyukseskan tujuan hidup mewujudkan Dharma, Artha dan Kama sebagai dasar mencapai Moksha.

Berdasarkan adanya Pelinggih Manjangan Saluwang di sebelah barat Tugu Penyimpanan dapat diperkirakan bahwa Pura Dalem Penataran Peed ini sudah ada sejak Mpu Kuturan mendampingi Raja memimpin Bali. Pura ini mendapatkan perhatian saat Dalem Dukut memimpin di Nusa Penida dan dilanjutkan pada zaman kepemimpinan Dalem di Klungkung. * I Ketut Gobyah

Pura Kerang Kuning


Kompleks Pura Kerang Kuning terletak di ujung selatan pulau Nusa Penida. Perjalanan menggunakan kendaraan penumpang ke pura ini dapat ditempuh dalam waktu setengah jam dari Pura Gua Giri Putri. Di areal ini terdapat tiga buah pura sehingga sering disebut pura Tri Sakti. Sebagaimana Pura Gua Giri Putri, pura ini juga berlokasi di tepi dekat laut. Yang dominan di sini adalah pemujaan terhadap Sang Hyang Baruna, yang beberapa kali dalam sejarahnya termanifestasi dalam bentuk pendaratan Ulam Agung atau gajah-mina. Di sini dilakukan persembahyangan biasa, dituntun oleh Ida Dane Mangku. Kapasitas pura sekitar 60 umat lebih.

Pura Giri Putri





Pura ini berada di dalam gua Giri Putri. Letaknya sangat spesifik dan mengesankan. Sebelumnya persiapkan banten yang akan dipersembahkan. Perlengkapan sembahyang seperlunya, flash-light serta korek api. Bawaan yang tidak diperlukan dapat ditinggalkan di kendaraan, karena perjalanan kaki selanjutnya agak berat. Jangan lupa tas bahu berisi handuk kecil dan pakaian ganti, apabila direncanakan dilakukan pengelukatan dalam prosesi ini. Kita akan mendaki trap (anak tangga) yang cukup tinggi menuju ke mulut gua. Tanggalkan alas kaki sesampai di mulut candi bentar pelataran depan gua. Di pelataran ini terdapat pelinggih berupa Padmasana serta bangunan penyangga berupa tempat penyimpanan peralatan upakara. Pemandangan pantai dan lautan dari pelataran yang amat tinggi ini sangat indah! Persembahyangan dimulai pada pukul 12 siang, waktu yang tepat untuk ber-Tri-Sandia setelah pengayatan dihaturkan oleh Ida Dane Mangku, sebelum Panca Sembah. Lebih dari 80 umat dapat ditampung dalam pelataran ini.

Diameter mulut gua tidak lebih dari 70 cm dan berlekak-lekuk penuh tonjolan batu. Arahnya hampir vertikal sehingga kita harus turun ke dalam lubang itu seperti masuk ke dalam sumuran. Setelah kedua kaki kita menjejak dasar sumuran, kita harus berjongkok untuk bisa berjalan ke arah horisontal ke depan. Ketinggian gua hanya cukup untuk separuh ketinggian kita, tetapi semakin melebar secara horisontal. Perjalanan jongkok ini hanya sepanjang 3 atau 4 meter karena sisi atas gua semakin meninggi. Dengan demikian, sebaiknya diatur agar beberapa anggota rombongan mengawali turun ke gua, berikutnya pembawa banten, dibantu oleh anggota yang sudah di dalam gua, baru disusul oleh yang lainnya.

Semakin dalam kita memasuki gua, semakin lebar ruangan gua. Meski tidak cukup terang, di beberapa tempat di dinding gua telah dipasang lampu-lampu listrik. Meskipun di luar matahari bersinar seterik-teriknya di tengah hari, tetapi di dalam, tanpa pertolongan lampu senter, kita tidak akan dapat melihat di mana kaki kita berpijak. Perjalanan dengan kaki telanjang harus dilakukan secara hati-hati, karena permukaan jalan di dalam gua agak lembab dan licin. Permukaan ini dibentuk oleh tumpukan kotoran kelelawar dan beberapa jenis burung yang juga menghuni gua selama ribuan tahun. Beberapa cerukan kecil dan dalam yang dapat mengakibatkan terkilirnya pergelangan kaki, patut diwaspadai. Apabila tidak tersedia lampu senter, cobalah menghubungi prajuru pura untuk menyediakan pelayanan penerangan dengan menggunakan lampu Stormking (lampu petromax) dalm jumlah terbatas.

Semakin jauh kita masuk ke dalam gua, ruangannya menjadi semakin lebar dan tinggi. Sebagai gambaran, gua ini mungkin dapat menampung seribu orang sekaligus di dalamnya.

Sebelum menuju Pelinggih Utama, agak dekat dari mulut gua kita akan menjumpai sebuah pelinggih di tengah ruangan, seperti aling aling yang lazim terdapat pada gerbang utama.Dari pelinggih inilah prosesi di dalam gua Giri Putri dimulai. Selesai melakukan penghayatan pemedek melanjutkan ke Pelinggih Utama yang berlokasi di perut gua, yaitu pertengahan antara kedua ujung awal dan akhir gua. Pada ujung paling akhir gua Giri Putri yang panjangnya kira-kira 300 meter ini terdapat pula pelinggih pada sisi dinding sebelah kanan dari arah kita masuk.

Di perut gua yang luas ini, terdapat cerukan gua lain yang permukaan lantainya lebih tinggi. Seakan-akan sebuah mezzanine khusus untuk orkestra di lobby besar sebuah hotel. Pelinggih-pelinggih utama terletak di bagian atas tersebut. Di sana juga terdapat sumber air suci untuk tirta Pengelukatan. Bagian atas ini dapat kita capai melalui sebuah tangga besi yang sempit, yang disandarkan pada dinding gua di bawahnya. Karena luas lantainya tidak begitu besar, kapasitasnyapun terbatas. Biasanya cukup diwakili oleh para pemimpin upakara atau pemangku, sedangkan pemedek yang lainnya cukup menghaturkan sembah dari bawah yaitu lantai gua utama saja. Di bagian bawah di mana para pemedek menghaturkan sembah juga terdapat satu pelinggih dan tempat untuk melakukan pengelukatan.

Acara persembahyangan dapat dilangsungkan sesuai dengan jenis acara yang hendak dilaksanakan. Ada semacam kesegaran dan kesan pencerahan luar biasa setelah kita keluar dari gua Giri Putri. Kesan ini merupakan tambahan semangat spiritual untuk melanjutkan perjalanan bakti berikutnya.

Hyang Semar

Dalam cerita pewayangan kita mengenal suatu tokoh penasehat dari Prabu Sri Kreshna orang menyebutnya dengan nama Sang Tualen / Malen.di benak kita bertanya ,kenapa Sang Tualen menjadi penasehat Sang Prabu Kreshna padahal Sang Prabu Kreshna adalah Awatara Wisnu ?

Di Tanah Jawa Sang Tualen disebut Hyang Semar atau juga disebut Bhagawan Ismoyo, Hyang Semar ini sangat dihormati dan dijunjung tinggi karena petuah petuahnya yang agung yang juga dilakonkan lewat pementasan wayang kulit ala Jawa. Dalam kehidupan keseharian pun orang Jawa yang kejawen sangat menghormati dan mensakralkan Hyang Semar, walaupun wujud fisik beliau seperti itu.

Ada suatu kejadian aneh yang pernah kami dapati waktu kami bersama Ida yang ditugasi oleh juru kunci istana Jaya Katwang di Madiun, bahwa istana tersebut tidak ada yang mampu membuka pintu istana. Banyak para kyai dan para normal yang mencoba untuk membuka pintu istana tsb, namun tidak bisa, bahkan tidak beberapa lama berselang para kyai dan paranormal itu meninggal dan juga ada yang hangus tubuhnya. Singkat cerita Ida mampu membuka istana itu atas restu Dewata,dan pusaka-pusaka dalam istana yang sembunyi itu bermunculan menampakan dirinya dari perut bumi.Bila kyai yang mampu membukanya kemungkinan besar pusaka-pusaka itu akan dikuasainya, sama seperti halnya dalam kami pengangkatan Pusaka Utama Majapahit berebut dengan para Kyai.

Nah,...berkaitan dengan Sang Tualen atau hyang Semar,
kami bawa kamera iseng iseng mem-fhoto suatu batu yang ada di tanah kosong dalam areal istana, setelah kami cetak hasi jepretan kok muncul hasilnya fhoto Hyang Semar?

Kami tanya sama Ida siapa sih Hyang Semar itu Ratu ?
Menurut Ida Hyang Semar itu disebut Hyang Kaki dan beliau juga menyebut Hyang Semar itu adalah Bhagawan Manu atau Awatara yang pertama yang turun ke dunia yang mengambil wujud manusia atau manusia yang pertama di muka bumi ini.

Hyang Semar, dalam pewayangan Bali di kenal dengan sebutan Malen, Menurut Kitab Weda beliau adalah Awatara ke 5 dan mengambil wujud manusia (manusia pertama di Bumi).Kita telah mengenal Awatara- Awatara yang telah turun ke Bumi Sbb:
I Matsya Awatara ( mengambil wujud Ikan)
II. Kurma Awatara ( mengambil wujud Empas/ mirip Kura-kura)
III. Weraha Awatara (mengambil wujud Babi Hutan )
IV. Narasimha Awatara ( mengambil wujud Manusia berkepala Singa )
V. Bhagawan Wamena Awatara / Bhagawan Manu / Hyang Semar,( Manusia pertama di Bumi)
VI. Parasurama Awatara ( Mengambil Wujud Manusia Raksasa )
VII. Rama Awatara
VIII. Krishna Awatara
IX. Budha Awatara
X. Awatara ke sepuluh ini diperkirakan hadir mengambil wujud seorang Kalki

Hiranya Kasipu beliau berwujud Denawa atau Raksasa dan dibunuh oleh Narasingha Murti dan setelah Hiranya Kasipu dikalahkan oleh Narasingha Murti, maka para Denawa / Raksasa bersembunyi di alam Petala.
Pada jaman itu para Dewa dengan para Denawa selalu berperang / berkelahi dan Hiranya Kasipu selalu mengobrak abrik Swarga Loka, dengan kejadian ini Tuhan mengutus Narasingha Murti turun kebumi untuk dapat mengalahkan Hiranya Kasipu dan para Denawa.

Diceritakan ,Awatara berikutnya adalah Bhagawan Wamena / Bhagawan Manu / Hyang Semar adalah Awatara manusia I yang dilahirkan di lembah Sungai Soma yang sekarang disebut Sungai Bengawan Solo,situs -situs purbakala inipun banyak ditemukan di lembah Sungai Soma / Solo ini .
Dengan Awatara I mengambil wujud manusia ,maka disebutlah bahwa beliau adalah manusia pertama di Bumi, dan raksasa itu beda dengan manusia, walaupun bentuknya sama,

Pertanyaan :
sebelum jama Glasial dangkalan sunda ( Sumatra, Jawa, Sulawei, Kalimantan dan sampai Nusatenggara kocaaaap menyatu dengan Asia, sedangkan dangkalan sahul (Maluku Irian dan sekitanya) menyatu dengan ostrali
seperti kebaos Avatar Wamena tedun di sekitar Sungai Soma (Bhangawan Solo, dari namanya saja sudah men-cirikan) dan Keturunan Raja-raja dan Rsi-Rsi juga kebanyakan keturunan Soma orang tua dulu menyebutnya dengan Soma Wangsa ........... salah satunya yang kita kenal (karena relatif baru atau jaman sejarah yaitu Shri Soma Kepakisan, walapun masih keturunan Mpu Panca Tirta atau sekitar th 900-an).
Yang menjadi pertanyaan Beliau (Bhagawan Wamena) sebelum Rsi JamadaGni (ParasuRam) konon sebelum jaman Rama (puluhan ribu tahun sebelum Masehi) artinya
Manusia Pertama justru di Nusantara kenten minab ? dan satu-satunya AVATAR yang turun dibelahan paling selatan ...........
Dalam pakem pewayangan beliau Bhagawan Semar, selalu menjadi pengemong dan pelindung keturunan Rsi Palasara/ Sentanu pertanyaan : Apakah beliau bisa berada dimana-mana pada saat bersamaan (secara Srada tentunya iya karena AVATAR) ?

Jawaban :
Apa yang diceritakan oleh orang suci dalam kitab suci ada benarnya, begitu juga dengan hasil penelitian para ilmuwan yang menyatakan bahwa alam nusantara ini menyatu menjadi suatu benoa juga ada benarnya, berdasarkan cerita-cerita orang wikan, usia Bumi ini belum ada para ahli mampu memperkirakan dengan pastinya.

Tapi kita cukup berbangga (berdasarkan Dharma Wacana orang wikan) bahwa peradaban dunia katanya awalnya dari alam Nusantara, bahkan India katanya peradabannya masih belakangan , bisa diambil contoh nama-nama yang terdapat dalam Ramayana maupun Mahaberatha, sepertinya peradaban dunia di mulai dari Nusantara.
Di Daerah Sangir di lembah Sungai Soma ( Bengawan Solo),telah ditemukan fosil-fosil manusia furba ini salah satu bukti sejarah,
C.Tsing, seorang pendeta Tibet menyampaikan pula bahwa pertapaan Otisa itu ada di Bali yang belokasi di pinggir Danau Tamblingan, Pendeta Tibet ini sangat menyayangi Bali karena leluhurnya jaman dulu belajar di Bali. Pada waktu Bali heboh dengan pembangunan Geothermal di Bedugul, beliau ikut andil menggagalkan proyek itu lewat ritual dan permohonan kepada Hyang Maha Kuasa sehingga pengeboran itu tidak mengeluarkan Uap Panas ,Kalau Proyek itu jadi ada, maka kehancuran alam Bali ini akan terjadi.

Dinasti Murya juga mengakui bahwa orang-orang Murya belajar di Bali, makanya ajaran Agama Hindu di Bali beda dengan Weda, Tripitaka, Orang bijaksana jaman dulu menyebut Agamanya adalah Agama Wali .Pada Abad ke XVII,Mark Muller menemukan peradaban Weda hidup dilembah Sungai Sindhu, maka beliau menyebut agama ini Agama Hindu, Karena Presiden kita Waktu itu Bpk Soekarno ingin mengakui Agama-agama yang ada di Indonesia dan punya nama, maka nama Hindu-lah yang dipakai.

Suatu contoh tentang perubahan alam,
Perubahan Alam juga bisa kita lihat dari Gunung Batur,Pada jaman dulu Gunung ini katanya menjulang sangat tinggi sekali, Pada abad ke III Gunung Batur ini telah meletus sebanyak 6 kali dan danau baturpun itu dulunya bukan danau tapi bagian dari gunung yang telah meletus. di kaki Gunung itu ada tanah singit yang sama sekali tidak kena lahar, pada Tumpek Wariga Tgl .19 September ini kami kelompok kecil di Kedhatuan akan melaksanakan penghijauan bekerjasama dengan dinas Kehutanan, inginnya sih sekalian ngelinggihan lingga yoni yang telah hilang dan kini dikuasai gaib, dan disembunyikan di sekitaran Pura Muncak Sari ring kaki Gunung Batukaru, waktu ini dicoba mengambilnya kembali tapi belum berhasil karena disembunyikan di alam Petala.Kami akan mencobanya kembali sampai dapat. Lingga Yoni itu dari batu permata.

Bhagawan Semar sang avatar, bisa muncul dimana mana, jangankan avatar manusiapun bisa bila mau belajar kearah itu, Seperti yang Pak Made pernah tulis ,bahwa Sabda Palon adalah titisan Hyang Semar, menurut Ida memang benar, selain foto itu saya ketemu dengan teman yang memegang Foto Hyang Semar dalam warna yang lain, beliau inipun memegang dokumen penting tentang negara ini kedepan, mudah-mudahan dalam waktu dekat ini terwujud suatu kesejahteraan rakyat Indonesia lewat Harta Karun yang disimpan Bapak Pendiri Bangsa ini, dan ini akan dimulai dari Bali, Bank Duniapun sudah mempersiapkan hal itu.

Pertanyaan :
kalau diurut dari Avathara 1 s.d 9, 10
adalah Matsya (Kisah Manu), Kurma (Pemutaran Gunung mandara, Waraha (Badak Agung/ Babi Besar), Shri Narasimha (Haranyakasipu/Prahlada), Wamana (Rsi Kerdil/ Cebol berpengetahuan tinggi), Parasurama (Pemusnah Paraksatria yg sewenang-wenang/ bersenjata kapak), Rama (Dasaratha/Ramayana), Krishna (Raja Vrisni/Mahabharata), Budha (Putra Raja Kapilawastu), Kalki (Yang akan muncul di akhir zamn Kaliyuga).
dari Matsya Avatara s.d sebelum Parasurama adalah zaman Kerthayuga (Satyayuga), Mulai dari Parasurama (Ramaparasu) s.d Rama (Ramayana) adalah zaman Traitayuga,
Masa Krishna s.d pertengahan Budha adalah zaman Dvaparayuga, Mulai penobatan Raja Parikesit (dinasti Astina terakhir) adalah zaman Kaliyuga.
Kiranya nyambung, nanti kita ceritra lagi zaman Narasimha/ Prahlada dan konon Raja Wali (Bali) adalah garis keturunan dari Prahlada.
Seperti dalam berita bahwa ada ramalan Tahun 2012 s/d 2015 yang akan datang akan ada bencana besar, itupun Ida juga sering singgung karena tahun itu berkaitan dengan Sabda Palon Nayang Genggong, Kerajaan Hindu di tanah Jawa tumbang Tahun 5012 dan bangkit kembali setelah 500 Tahun runtuh,kembalinya ditandai dg bencana , kalau bukan dengan bencana maka, tak akan terjadi perubahan.

Tgl.20 September ini tiang di Kedhatuan melaksanakan Tirta Yatra ke Gunung Penanggungan plus ngemit disana, di Gunung itu katanya masih ada candi 13 buah, kita tangkil kesana plus kita menghormati leluhur kita Patih Narotama ,dan di Kaki Gunung itu ada permandian Prabu Airlangga dan pibrasi permandian itu sangat luarbiasa untuk mensucikan dan memperkuat Jiwa dan rohani kita, beberapa bulan yang lalu tiang sempat mandi disana.

Patih dan Raja-raja di tanah Jawa adalah Putra Bali yang dimulai dari Prabu Airlangga, kenten dumun Guru Made Sudana,

Dalam attach adalah salah satu candi yang masih utuh di Kediri, dan prasasti Poh Sarang yang ditulis oleh Hyang Baradah dalam sebuah batu besar dengan menggunakan huruf Pali yang menekankan dalam prasasti itu janganlah kita lupa dengan ajaran Siwa Budha Lokasi prasasti ini di tengah sungai, dikiri kanannya sawah dan jauh dari pemukiman.

Lembah Singgit Tampurhyang


Om Swastyastu
Gunung Batur yang terletak di Kintamani, konon telah meletus sebanyak 6 (enam) kali. Meletus yang pertama sebelum tahun caka dan terakhir meletus pada abad ke III.
Seperti dalam Foto ada suatu bukit kecil di lereng Gunung Batur itu yang sama sekali tidak terkena lahar, tempat itu disebut "Lemah Singit Tampurhyang". Ketempat itulah kami telah sering mendaki, namun seringkali pula Ida dan teman lain kelinggihan, Ida Bathara meminta kepada kami agar tangiang malih "Lingga Yoni" sane ical (hilang) ring Lemah Singit Tampurhyang puniki.

Pada Tumpek Wariga, Tgl.19 September 2009, kami unit kecil dari Kedathuan Kawista melakukan penghijauan dengan menanam pepohonan (beringin,pule, cendana, cepaka, sandat,bambu, majegau dll) atas ijin dinas kehutanan Propinsi Bali. Luas lemah singit itu kurang lebih 27 hektar dan memerlukan pepohonan sekitar 10.000, inipun akan kami tanami secara bertahap, mengingat situasi dan kondisi kami di kedathuan.

Seperti yang diterima oleh Ida dari Ida Bathara dalam komunikasinya lewat semadi agar ngelinggihan Lingga Yoni di tempat ini, dan Lingga Yoni inipun adalah Pica Ida Bathara yang terbuat dari batu permata yang akan kami tarik karena masih disembunyikan di lapisan Patala di Pura Jagasatru dekat Pura Muncak Sari yang berada di kaki Gunung Batukaru, Penebel-Tabanan.

Lemah Singgit Tampurhyang yang tiang tampilkan lewat foto adalah suatu bukit kecil dikaki Gunung Batur( berwarna hijau) yang di kiri kanannya berwarna hitam merupakan bekas lahar yang telah beku menjadi bebatuan,

Tempat ini rencananya akan dibangun Pura yang sangat disakralkan,yang tidak sembarang orang bisa masuk (wisatawan) kesana. Dengan kami menanam pohon ditempat itu, kami berharap tempat itu tambah asri dan singgit (tenget) dan menjadikan tempat meditasi para pemeditasi nantinya.

Ceritanya sih ,yang dilihat ada setitik sinar di bola dunia oleh astronout Neil Amstrong waktu beliau ke bulan itu adalah sinar dari Lemah Singgit Tampurhyang.

Cita -cita kami amat besar, mohon doa restu serta dukungan umat sedharma,agar apa yang telah kami rintis dan direncanakan ini dapat terwujud.

Umat sedharma yang berbahagia, ijinkan kami untuk menulis pengalaman Ida sewaktu bermeditasi ring Lembah Singgit Tampurhyang, hal ini juga sesuai dengan permintaan Bapak Nyoman Rauh yang ingin mengetahui seperti apa percakapan Ida dengan Ida Bhatara, kiranya yang tiang tulis ini atas ijin Ida dengan harapan dapat membuka tabir ajaran leluhur Bali yang disebut Agama Wali sebelum pemberian nama Hindu pada Agama kita ini.

Hyang Wisesa / Hyang Paramakawi / Ida Hyang Widhi Wasa menciptakan dua macam wujud. wujud Dewa dan Wujud Denawa, kedua wujud ini selalu bertentangan, tidak pernah ada kecocokan, dan akhirnya Ida Hyang Widhi Wasa menciptakan dari Batu lahirlah Manusia.
Di Bali sebutan manusia Bali adalah Wongsul yang mengandung arti adalah : Wong = orang, Sul = Batu, Jadi Wongsul berarti orang yang lahir dari batu.

Batu tempat manusia lahir itu disebut Batur Hyang, kalau di India dinamakan dengan Lingga Yoni. Setelah lahirnya manusia batu, suatu saat datanglah seekor Lembu yang menanyakan tentang diri manusia itu, dan sang Lembupun sanggup menemukan yang menciptakan manusia itu dengan jalan dan dengan cara naik di punggung Lembu itu , karena Lembu itu besar dan tinggi, anak kecil ini tidak mampu sehingga Lembu itu merendahkan badannya (losan atau mecelos bahasa Balinya) dan tempat itu diberilah nama Desa Losan.

Manusia itu baru bisa ketemu dengan penciptanya diantara perbukitan disebelah utara Gunung Agung dan perbukitan itu disebut Bukit Temu. Penciptanya bersabda " Hai kamu anakku, dikemudian hari bila seketurunanmu ingin ketemu aku, haruslah memakai titimamah kebo, hal ini dilakukan dan kita saksikan sampai sekarang oleh orang Bali pada saat Upacara Pitra Yadnya (maligia) dengan menggunakan Lembu bertanduk emas sebagai sarana pengusung Sangge atau Sekah yang mengelilingi peyadnyan di mana para Dewa -Dewa dilinggihkan.

Setelah anak ini ketemu dengan Pencipta di Bukit Temu, diperintahkanlah I buta Kalih (Buta Kala Dengen dan Buta Kala Dunggulan) untuk menjaga anak ini sampai dewasa, dan setelah anak ini tumbuh sampai dewasa dan berjanjilah untuk mempersembahkan yadnya kepada kepada I buta Kalih dan upacara ini disebut dengan Buta Yadnya.

Anak ini tumbuh dewasa, maka dicarilah tempat lahir dari batu itu dan kemudian disebut dengan Nama TampurHyang. Batu tempat manusia lahir itu sangat dihormati dan dipuja puja oleh para Dewata, hal ini menimbulkan rasa iri para Denawa. Dengan sifat iri para Denawa, BaturHyang dicuri dan disembunyikan di Patala (dibawah bumi).

Setelah hilangnya TampurHyang ini terjadilah perselisihan antara manusia dengan Dewa -Dewa, maka terjadilah kutukan oleh para Dewa-Dewa, bahwa inilah akhir dari pertemuan manusia dengan Dewa-Dewa.

Menyadari kekeliruan dari manusia, manusia memohon ampun dan memohon maaf dengan melaksanakan Upacara Medewa Sraya (Dewa Yadnya).
Itulah kepercayaan manusia Bali, selanjutnya melakukan sasembahan kepada Dewa-Dewanya seperti.Hyang Tangkebin Langit, sebagai pencipta Dunia,Dewa Bumi disebut Ratu Pancering Jagat,keduanya ini disebut Ratu Gede Makalihan sebagai Pencipta dan menjaga keteraturan semesta. Setelah penciptaan alam dengan segala isinya, selanjutnya terciptalah empat Dewa penjaga Semesta yaitu Ratu Gede Jalawung yang bertugas menjaga Matahari dan Bintang gemintang, Ratu Made Tebeng adalah Dewa Badai, Guntur dan Hujan yang memberi kehidupan, Ratu Nyoman Sakti Pengadangan sebagai Dewa yang memberi Keadilan dan kearifan,dan Ratu Ketut Petung sebagai Dewa Perang yang menjaga dan melindungi kebaikan bila terancam dari keganasan Naga berkepala tiga dan mengembalikan keteraturan setelah kekacauan.

Keyakinan terhadap alam, meyakini kehidupan sesungguhnya, Dia membuat kehidupan menjadi mungkin, menjaga segala sesuatu berada ditempat semestinya dan menentukan apa yang benar dan tepat, masyarakat manusia sangat bergantung pada tatanan sakral ini, untuk meneguhkan keyakinan terhadap yang sakral ini orang Bali Purba membentuk perjanjian Wilayah yang mengikat hak hutan, berkebun, berburu hewan, perkawinan, pertukaran barang yang diwujudkan dalam aktivitas spiritual yang disebut Hari Raya TUMPEK.

Kiranya itu yang dapat kami sampaikan sementara ini, kirang langkung kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Om Santih Santih Santih Om

Jembatan Tertinggi di Asia Tenggara


Jembatan ini didanai oleh pemerintah Jepang, pengerjaannya cukup lama dan telah banyak memakan korban jatuh pada saat pengerjaannya, karena pengerjaannya ngambil waktu siang dan malam (mungkin karena kejar target waktu) jembatan itu menghubungkan Plaga dengan Kintamani.

Pura Luhur Dali Grahita

Om Swastyastu,

Umat Sedharma yang kami hormati dan kami banggakan, ijinkan kami untuk mewartakan pesan Ibu Bumi atau Ibu Pertiwi kepada Putra-putranya yang menghuni alam ini yang Ida terima saat nyukat karang dan mereresik rahina Tilem tanggal 18 Oktober 2009 ring Pura Luhur Dali Grahita daerah Batu Malang, karena di Pura ini akan dilaksanakan Upacara Ngenteg Linggih pada Hari Minggu, Tanggal 25 Oktober 2009.

Sebelum kami menulis lebih jauh apa pesan Ibu Bumi, baiknya kami sedikit cerita terlebih dahulu tentang Pura Luhur Dali Grahita.
Pura ini terletak di hutan Dali Grahita ,Batu Malang dekat dengan air terjun Coban Rondo, Hutan dan air terjunnya dipakai suatu obyek wisata ,dengan kerindangan hutan, keindahan air terjun dan kesejukan udaranya menjadikan tempat ini menjadi tempat wisata yang nyaman dikala kita membutuhkan suatu tempat untuk menghilangkan kejenuhan dan hiruk pikuk kehidupan di kota.

Kenapa ditempat ini dibangun suatu Pura ? pernah suatu ketika ada kejadian jatuhnya sinar di tempat ini yang dilihat oleh masyarakat sekitar, dicarilah sinar itu dan ketemu pada areal hutan yang memiliki ciri-ciri tanah yang cocok untuk dipakai kahyangan seperti gunung / perbukitan, tanah dikerubungi semut, tanah berbau manis, dll dengan ciri-ciri telah diyakini oleh umat Hindu disana bahwa ditempat itulah jatuhnya sinar itu,dan kini telah berdiri suatu Pura yang tidak begitu besar, namun banyak terjadi suatu keajaiban di Pura tsb. Salah satu contoh pada Th. 1989 pernah juga di Pura itu muncul sinar di dalam tanah, setelah digali tanahnya, diketemukanlah benda -benda bertuah seperti; 6 buah genta kuno dengan bunyi yang sangat nyaring, lonceng Budha dan Guci, benda itu Ida dititipkan pada Pemangku Pura disana yang bernama Mangku Sukirman agar benda itu disimpan dan dipelihara, namun sayang benda peninggalan leluhur itu di jualnya dengan harga 10.000.000 (sepuluh juta rupiah) dan dipakai untuk membeli tiga ekor sapi, dan sapi yang dibeli itu tidak begitu lama mati , kehidupan Jro Mangku itu morat marit hingga jatuh miskin, dan kini beliau meninggalkan kota batu Malang untuk bertrasmigrasi ke Jaya Pura, sedih memang nasib beliau setelah menjual benda pusaka Pura Dali Grahita,
dan ada cerita lain lagi , sebuah pelinggih yang ada di pinggir air terjun Condo itu di robohkan oleh seseorang akibatnya..... orang yang merobohkan meninggal ditabrak kendaraan. kini pelinggih ditempat sana didirikan lagi.

Mari sekarang ke pesan Ibu Bumi, seperti apa pesan Ibu Bumi itu.
* Aku bersemayam disemua hati kehidupan dan semua hati kehidupan dan semua asal kehidupan,
* Bilamana jiwa kehidupan itu merusak, aku juga merusak,
* Bilamana Jiwa itu mengasihi, aku juga mengasihi dan menyayangi kehidupan.

Kehadiran Ibu Bumi pada Tilem jam 01.00 di Pura itu, berwujud sangat menyeramkan, warna kulitnya hitam, rambut semrawut dan acak-acakan, matanya mencorot merah, giginya merah bertaring, kuku tangan dan kakinya seperti cakar yang siap memporak-porandakan alam, itulah keadaan alam ini, karena sudah banyak diperkosa untuk memenuhi ego sesaat, yang tidak lagi memikirkan nasib anak cucunya, Ida bertanya pada sang Ibu, Apakah semua Bumi ini akan rusak ?dikatakan oleh Ibu bahwa Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulewesi akan rusak, terus bagaimana dengan Bali Ibu ? munculah beliau berwajah cantik seperti seorang gadis yang sangat mempesona , namun sedikit lusuh dan layu seperti memerlukan perawatan. Beliau bersabda inilah keadaanku di Bali yang terasa berat menyangga dunia ini, yang membutuhkan perawatan atau pemeliharaan dari keheningan dan ketulusan jiwa putra-putranya beliau bersabda : ri heneng ikanang jagat ambek tibralit mahening aho langit ati saye sunya jenane ane raye wekasan, swaying umi beki tan ring rat mwang deha tuduhana, ri pengawaknia sanghyang Gumasih ikang jagat. yang artinya sbb;

Ketika hati telah tenang (heneng) begitu pula alam ini, maka kehidupan akan menjadi halus dan suci (hening) menampakan kecemerlangan nan sunyi pada akhirnya tercapailah alam kesadaran dan kebebasan memenuhi seluruh alam semesta.

Di Kedhatuan di Belatungan terdapat Pancer Jagat (linggam setinggi 5,4 mtr) yang pada tanggal 11 - 11 - 2009 jam 11.11.11 malam akan diadakan perayaan hari kelahiran Ibu Bumi, seperti pesan Ibu Bumi saat Ida mereresik ring Pura Dali Agrahita daerah Pujon, Batu - Malang, bahwa pada angka itulah kelahiran beliau.

Inggih asapunika dumun, kirang langkung ampurayang,sineb antuk parama santih, Om Santih Santih Santih Om

I Made Sukanti

Friday, October 9, 2009

contoh-1

Mohon jangan memikirkan hal itu bahkan dalam mimpi-mimpimu yang paling liar sekalipun. Tuhan tidak dapat mengutuk siapapun. Wedanta Sutra mengatakan, "Tuhan tidak membenci juga tidak mencintai siapapun, sekalipun kelihatannya Ia melakukan hal itu." Seperti telah kukatakan kepadamu sebelumnya. Tuhan telah memberikan kita kehendak bebas dan nasib kita ditentukan oleh tindakan-tindakan dan pikiran-pikiran kita sendiri. Setiap saat dalam hidup kita, kita melakukan sesuatu yang menentukan nasib kita. Tindakan-tindakan kita di masa lalu dalam hidup kita yang terakhir menentukan lintasan perjalanan dari jiwa kita dimasa kini.

Jadi, sesuai dengan hukum Karma Hindu, orang-orang yang telah melakukan karma buruk dalam hidup mereka yang lalu lahir dalam keadaan yang pahit dalam hidup ini. Malangnya, banyak jiwa yang karma masa lalunya sangat buruk lahir bersama di gurun Ethiopia, tapi mereka tidak ditakdirkan untuk menderita selamanya. Pada bagian mereka sendiri mereka harus membantu diri mereka untuk keluar dari keadaan yang menyedihkan ini. Pada sisi kita sendiri, kita harus menolong mereka untuk melakukan hal itu. Adalah kewajiban kita untuk melakukan apapun yang dapat kita lakukan untuk menghilangkan kelaparan dan penderitaan dari Ethiopia. Dengan melayani mereka kita sebenarnya memperbaiki karma kita, karena bahkan yang terbaik dari kita mungkin memiliki banyak karma buruk dari kehidupan terdahulu. Jadi janganlah menghakimi. Satu-satunya hal yang dapat kita lakukan untuk orang-orang miskin dan orang sakit adalah membantu mereka untuk keluar dari penderitaan itu, dan dengan melakukan itu, kita membuat hidup kita kini dan yang akan datang menjadi lebih baik. Hukum Karma Hindu menjelaskan semua masalah-masalah yang kita lihat dalam hidup kita.