Thursday, October 29, 2009

Lembah Singgit Tampurhyang


Om Swastyastu
Gunung Batur yang terletak di Kintamani, konon telah meletus sebanyak 6 (enam) kali. Meletus yang pertama sebelum tahun caka dan terakhir meletus pada abad ke III.
Seperti dalam Foto ada suatu bukit kecil di lereng Gunung Batur itu yang sama sekali tidak terkena lahar, tempat itu disebut "Lemah Singit Tampurhyang". Ketempat itulah kami telah sering mendaki, namun seringkali pula Ida dan teman lain kelinggihan, Ida Bathara meminta kepada kami agar tangiang malih "Lingga Yoni" sane ical (hilang) ring Lemah Singit Tampurhyang puniki.

Pada Tumpek Wariga, Tgl.19 September 2009, kami unit kecil dari Kedathuan Kawista melakukan penghijauan dengan menanam pepohonan (beringin,pule, cendana, cepaka, sandat,bambu, majegau dll) atas ijin dinas kehutanan Propinsi Bali. Luas lemah singit itu kurang lebih 27 hektar dan memerlukan pepohonan sekitar 10.000, inipun akan kami tanami secara bertahap, mengingat situasi dan kondisi kami di kedathuan.

Seperti yang diterima oleh Ida dari Ida Bathara dalam komunikasinya lewat semadi agar ngelinggihan Lingga Yoni di tempat ini, dan Lingga Yoni inipun adalah Pica Ida Bathara yang terbuat dari batu permata yang akan kami tarik karena masih disembunyikan di lapisan Patala di Pura Jagasatru dekat Pura Muncak Sari yang berada di kaki Gunung Batukaru, Penebel-Tabanan.

Lemah Singgit Tampurhyang yang tiang tampilkan lewat foto adalah suatu bukit kecil dikaki Gunung Batur( berwarna hijau) yang di kiri kanannya berwarna hitam merupakan bekas lahar yang telah beku menjadi bebatuan,

Tempat ini rencananya akan dibangun Pura yang sangat disakralkan,yang tidak sembarang orang bisa masuk (wisatawan) kesana. Dengan kami menanam pohon ditempat itu, kami berharap tempat itu tambah asri dan singgit (tenget) dan menjadikan tempat meditasi para pemeditasi nantinya.

Ceritanya sih ,yang dilihat ada setitik sinar di bola dunia oleh astronout Neil Amstrong waktu beliau ke bulan itu adalah sinar dari Lemah Singgit Tampurhyang.

Cita -cita kami amat besar, mohon doa restu serta dukungan umat sedharma,agar apa yang telah kami rintis dan direncanakan ini dapat terwujud.

Umat sedharma yang berbahagia, ijinkan kami untuk menulis pengalaman Ida sewaktu bermeditasi ring Lembah Singgit Tampurhyang, hal ini juga sesuai dengan permintaan Bapak Nyoman Rauh yang ingin mengetahui seperti apa percakapan Ida dengan Ida Bhatara, kiranya yang tiang tulis ini atas ijin Ida dengan harapan dapat membuka tabir ajaran leluhur Bali yang disebut Agama Wali sebelum pemberian nama Hindu pada Agama kita ini.

Hyang Wisesa / Hyang Paramakawi / Ida Hyang Widhi Wasa menciptakan dua macam wujud. wujud Dewa dan Wujud Denawa, kedua wujud ini selalu bertentangan, tidak pernah ada kecocokan, dan akhirnya Ida Hyang Widhi Wasa menciptakan dari Batu lahirlah Manusia.
Di Bali sebutan manusia Bali adalah Wongsul yang mengandung arti adalah : Wong = orang, Sul = Batu, Jadi Wongsul berarti orang yang lahir dari batu.

Batu tempat manusia lahir itu disebut Batur Hyang, kalau di India dinamakan dengan Lingga Yoni. Setelah lahirnya manusia batu, suatu saat datanglah seekor Lembu yang menanyakan tentang diri manusia itu, dan sang Lembupun sanggup menemukan yang menciptakan manusia itu dengan jalan dan dengan cara naik di punggung Lembu itu , karena Lembu itu besar dan tinggi, anak kecil ini tidak mampu sehingga Lembu itu merendahkan badannya (losan atau mecelos bahasa Balinya) dan tempat itu diberilah nama Desa Losan.

Manusia itu baru bisa ketemu dengan penciptanya diantara perbukitan disebelah utara Gunung Agung dan perbukitan itu disebut Bukit Temu. Penciptanya bersabda " Hai kamu anakku, dikemudian hari bila seketurunanmu ingin ketemu aku, haruslah memakai titimamah kebo, hal ini dilakukan dan kita saksikan sampai sekarang oleh orang Bali pada saat Upacara Pitra Yadnya (maligia) dengan menggunakan Lembu bertanduk emas sebagai sarana pengusung Sangge atau Sekah yang mengelilingi peyadnyan di mana para Dewa -Dewa dilinggihkan.

Setelah anak ini ketemu dengan Pencipta di Bukit Temu, diperintahkanlah I buta Kalih (Buta Kala Dengen dan Buta Kala Dunggulan) untuk menjaga anak ini sampai dewasa, dan setelah anak ini tumbuh sampai dewasa dan berjanjilah untuk mempersembahkan yadnya kepada kepada I buta Kalih dan upacara ini disebut dengan Buta Yadnya.

Anak ini tumbuh dewasa, maka dicarilah tempat lahir dari batu itu dan kemudian disebut dengan Nama TampurHyang. Batu tempat manusia lahir itu sangat dihormati dan dipuja puja oleh para Dewata, hal ini menimbulkan rasa iri para Denawa. Dengan sifat iri para Denawa, BaturHyang dicuri dan disembunyikan di Patala (dibawah bumi).

Setelah hilangnya TampurHyang ini terjadilah perselisihan antara manusia dengan Dewa -Dewa, maka terjadilah kutukan oleh para Dewa-Dewa, bahwa inilah akhir dari pertemuan manusia dengan Dewa-Dewa.

Menyadari kekeliruan dari manusia, manusia memohon ampun dan memohon maaf dengan melaksanakan Upacara Medewa Sraya (Dewa Yadnya).
Itulah kepercayaan manusia Bali, selanjutnya melakukan sasembahan kepada Dewa-Dewanya seperti.Hyang Tangkebin Langit, sebagai pencipta Dunia,Dewa Bumi disebut Ratu Pancering Jagat,keduanya ini disebut Ratu Gede Makalihan sebagai Pencipta dan menjaga keteraturan semesta. Setelah penciptaan alam dengan segala isinya, selanjutnya terciptalah empat Dewa penjaga Semesta yaitu Ratu Gede Jalawung yang bertugas menjaga Matahari dan Bintang gemintang, Ratu Made Tebeng adalah Dewa Badai, Guntur dan Hujan yang memberi kehidupan, Ratu Nyoman Sakti Pengadangan sebagai Dewa yang memberi Keadilan dan kearifan,dan Ratu Ketut Petung sebagai Dewa Perang yang menjaga dan melindungi kebaikan bila terancam dari keganasan Naga berkepala tiga dan mengembalikan keteraturan setelah kekacauan.

Keyakinan terhadap alam, meyakini kehidupan sesungguhnya, Dia membuat kehidupan menjadi mungkin, menjaga segala sesuatu berada ditempat semestinya dan menentukan apa yang benar dan tepat, masyarakat manusia sangat bergantung pada tatanan sakral ini, untuk meneguhkan keyakinan terhadap yang sakral ini orang Bali Purba membentuk perjanjian Wilayah yang mengikat hak hutan, berkebun, berburu hewan, perkawinan, pertukaran barang yang diwujudkan dalam aktivitas spiritual yang disebut Hari Raya TUMPEK.

Kiranya itu yang dapat kami sampaikan sementara ini, kirang langkung kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Om Santih Santih Santih Om